News
Belajar dari Kisah Kehancuran Umat Terdahulu
28 Mar 2019, 10:00

Kisah kehancuran umat terdahulu menyiratkan pesan-pesan moral yang cukup berharga bagi kehidupan manusia. Meski dalam kenyataannya mereka sudah musnah, namun dari aspek sosial budaya, kisah mereka dapat dijadikan gambaran dengan periode umat pada masa kini dan seterusnya.

Memang, generasi umat manusia dari masa ke masa senantiasa berubah-ubah, namun kesadaran dan watak kemanusiaan tidak jauh berbeda. Apa yang terjadi pada masa lalu, boleh jadi terulang kembali pada masa sekarang, jika faktor-faktor yang mempengaruhi kehancuran mereka juga terulang.

Kaum Nabi Nuh adalah umat yang sangat zhalim dan sangat durhaka (Q.s. al-Najm/53: 52). Mereka bukan sekedar tidak menyembah Allah atau menyekutukan-Nya dengan patung-patung sucinya, tetapi mereka juga mengambil sikap penentangan terhadap kebenaran dengan cara-cara kotor, yakni pelecehan terhadap harkat dan martabat Nabi Nuh dan para pengikutnya.

Umat Nabi Hud (Kaum ‘Ad), mereka adalah kaum yang memiliki keunggulan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, namun keangkuhan dan kesombongan mereka mendorong mereka hidup bermewah-mewahan dan melupakan karunai Allah SWT, serta tidak mempedulikan kebenaran yang dibawa oleh Nabi Hud. (Q.s. al-Mu’minûn/23: 33-37)

Umat Nabi Shalih (Kaum Tsamud), mereka bukan hanya mendustakan tanda-tanda kebesaran Allah tapi juga melakukan kerusakan di muka bumi. (Q.s. al-Syu`arâ/26: 151-152) dan lebih memilih kesesatan dari pada hidayah. (Q.s. Fushshilat/41: 17)

Umat Nabi Luth (Kaum Soddom), mereka adalah cerminan dari kotornya fitrah, matinya hati, dan rusaknya akal fikiran. Salah satu bentuk kejahatan mereka yang dikecam Allah – setelah kemusyrikan – adalah kebiasaan mereka melakukan perilaku seks menyimpang. (Q.s. al-Syu`arâ/26: 165-166)

Umat Nabi Syu’aib (kaum Madyan), di samping mereka mendustakan ajaran Nabi Syu’aib, mereka juga banyak melakukan kezaliman, khususnya kejahatan dalam bidang perekonomian. (Q.s. al-A`râf/7: 85-86).

Fir’aun, dikecam oleh Al-Qur’ân bukan saja karena puncak kekufurannya sebagai seorang manusia yang mengaku sebagai Tuhan, (Q.s. al-Nāzi`āt/79: 24) tetapi juga ia menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk melakukan pemaksaan dan pemasungan atas hak dan hajat hidup orang lain. (Misalnya, Q.s. al-Qashash/28: 4 dan Q.s. al-A`râf/7: 127)

Atas semua kedzaliman dan kedurhakaan mereka, Allah menghukumnya dengan baragam cara. Kaum Nabi Nuh dihancurkan dengan banjir dahsyat/ tsunami (Q.s. Hûd/11: 42, al-Syu`arâ/26: 120).

Kaum ’Ad dibinasakan dengan angin yang sangat dingin dan sangat kencang disertai suara halilintar selama delapan hari tujuh malam secara terus menerus (Q.s. al-Haaqqah/69: 6-8). Sementra kaum Tsamud diberi hukuman dengan gempa bumi disertai suara petir yang menggelegar ( Q.s. Fushshilat/41: 17, Q.s. Hûd/11: 67, Q.s. al-A’raf/7: 78).

Kaum Soddom diadzab oleh Allah, dimana bumi mereka digoncang dengan goncangan yang dahsyat, sehingga bagian atasnya terbalik ke bawah (Lihat Q.s. Al-Hijr: 74, Iihat Q.s. Hûd/11: 82-83, Q.S. Al-Syu’arâ: 173, Q.s. Al-A’râf/7: 84).

Kaum Madyan ditimpa gemba bumi dahsyat dan membuat bumi tergoncang keras dan meluluh lantakkan apa saja yang ada di atasnya.( Q.s. Hûd/11: 94 dan Q.s. al-A`râf/7: 91).

Fir’aun dan bala tentaranya akhirnya ditenggelamkan di lautan (Q.s. al-Syu`arâ/26: 65-66)

Kisah-kisah generasi manusia masa lampau yang diabadikan Al-Qur’an merupakan simbol sekaligus saksi sejarah yang diurai oleh Allah SWT. Kisah dan sejarah diibaratkan sebagai cermin yang berfungsi memotret secara jujur watak dan kehidupan umat manusia apa adanya.

Secara faktual, Kaum Nuh dengan kedzalimannya telah lama musnah, namun boleh jadi sikap dan perilakunya sama dengan masyarakat saat ini. Kaum ‘Ad, kaum Tsamud dengan beragam keahlian dan keangkuhan ilmunya telah terkubur, tapi egoisme intelektualnya boleh jadi terwariskan dari generasi ke generasi. Kaum Luth dengan kebejatan moralnya telah lama terpendam, tapi bisa jadi perilakunya masih lekat dengan trend dan gaya hidup masyarakat modern. Budaya korup terbiasa dilakukan kaum Madyan yang sudah lama hancur, tapi boleh jadi sikap dan mentalitas mereka masih tertanam dalam setiap aspek kehidupan. Fir’aun berikut kekuasaannya memang telah lama tiada, tapi gaya dan karakternya boleh jadi sangat akrab dengan para penguasa zaman now.

Kisah tentang suatu kaum atau negeri yang dihancurkan Allah memberi pesan penting, sekaligus menjadi isyarat penegur hati bahwa pembangkangan pada perintah Allah SWT selalu berakhir dengan kehancuran dan kebinasaan. Sebaliknya, kepatuhan terhadap ajaran Allah berakhir dengan kebahagiaan (happy ending).

Semoga kita, – saya khususnya – dapat menghindarkan diri dari perbutan-perbuatan tercela dan mengamalkan hal-hal yang terpuji agar apa yang dialami umat di masa lalu tidak terulang kembali di masa kini.

 

oleh: Muhammad Akrom Nasya